Sesungguhnya orang-orang yang berselisih
paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang
yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang
dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula)
yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.”
Dalam ayat
tersebut, Allah menegaskan fakta yang sebenarnya bahwa Nabi Isa tidak
dibunuh maupun disalib. Al-Qur'an menepis peristiwa pembunuhan dan
penyaliban Nabi Isa, tapi Al-Qur'an mengonfirmasi terjadinya pembunuhan
dan penyaliban pada diri orang lain yang diserupakan dengan Nabi Isa.
Dengan
pemahaman demikian, maka Prof Dr H Mahmud Yunus dalam Tafsir
Al-Qur’anul Karim menerjemahkan ayat tersebut, “Sebenarnya Isa itu bukan
mereka bunuh atau mereka salibkan, tetapi yang mereka salib itu,
adalah orang yang serupa dengan Isa, yang telah dibuat samar” (hlm.
94).
Prof Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyatakan, “Syubbiha
artinya disamarkan. Yaitu diadakan orang lain, lalu ditimbulkan sangka
dalam hati orang yang hendak membunuh itu bahwa orang lain itulah Isa”
(Juz 6 hlm. 21).
Bagaimana mungkin Nabi Isa AS terbunuh atau
tersalib, padahal Allah SWT melindungi para rasul Ulul Azmi semuanya?
Allah telah menyelamatkan Nabi Nuh dari tenggelam, Nabi Ibrahim dari
Api, Nabi Musa dari Fir’aun, Nabi Isa dari Yahudi dan Nabi Muhammad
dari makar kaum musyrikin.
Berbeda dengan Islam yang menolak
mentah-mentah mitos penyaliban Yesus, umat Kristen justru menekankan
doktrin penyaliban Yesus untuk menebus dosa manusia. Kematian Yesus di
tiang salib harus diimani secara mutlak, sebagai satu-satunya syarat
keselamatan kristiani. Tanpa mengimani penyaliban Yesus, batallah iman
kristiani seseorang. Karena dalam 12 Pengakuan (Credo/Syahadat) Iman
Rasuli, penyaliban Yesus termasuk dalam pengakuan keempat: “Yang
menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati, dan
dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut.”
Paulus dalam Bibel
membuat rumusan bahwa dengan kematian di tiang salib, Yesus berkorban
untuk menyelamatkan dosa manusia, agar umatnya beroleh pengampunan dan
hidup yang kekal.
“Ia (Yesus, pen.) sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib…” (I Petrus 2:24).
“Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita…” (I Petrus 3:18).
“…Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Roma 5:8).
Meski
penyaliban adalah inti dogma kristiani, uniknya kronologis kisah
penyaliban dalam Bibel sangat simpang siur dan penuh kontradiktif.
Mengenai
waktu penyaliban misalnya, Injil Markus 15:25 menyatakan bahwa Yesus
disalib pada jam 9. Sementara Injil Yohanes 19:14 menceritakan bahwa
pada jam 12 Yesus belum disalib, karena baru persiapan paskah.
Sementara Injil Matius dan Lukas tidak menjelaskan jam berapa Yesus
disalibkan. Jika sosok Yesus yang diyakini sebagai penebus dosa itu
hanya ada satu orang, mengapa Bibel melaporkan dua kali waktu
penyaliban? Jika Injil Markus dan Injil Yohanes diyakini kebenarannya,
mungkinkah Yesus disalib dua kali pada waktu yang berlainan?
Berbeda
dengan Islam dan Kristen, konsep akidah Ahmadiyah tentang Nabi Isa
mengoplos keyakinan Islam dan Kristen. Mereka meyakini bahwa Nabi Isa
benar-benar disalib, tapi tidak sampai mati melainkan hanya pingsan
saja.
Mirza Ghulam Ahmad, pendiri dan nabi kaum Ahmadi,
menekankan bahwa Nabi Isa benar-benar ditangkap, disiksa dan disalibkan
tapi tidak sampai mati. Menurut nabi palsu ini, Nabi Isa disalib hanya
sampai pingsan saja, lalu melarikan diri ke kampung Ahmadiyah di
Kashmir dan meninggal di sana. Hal ini dijelaskan Syafi R Batuah,
Sekretaris Tabligh PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia berikut:
“Salah
satu ajaran Hazrat Mirza Ghulam Ahmad ialah yang beliau jelaskan dalam
buku bahasa Urdu berjudul “Masih Hindustan Men” (Almasih di India).
Dalam buku itu, beliau menjelaskan bahwa Nabi Isa AS tidak meninggal di
atas salib tapi hanya pingsan. Setelah siuman kembali beliau
meninggalkan Palestina dan menuju daerah-daerah sebelah timur untuk
menyampaikan ajaran-ajaran beliau kepada suku-suku Israil yang hilang.
Akhirnya beliau tiba di Kashmir dan meninggal di sana dalam umur 120
tahun. Untuk menguatkan pendirian itu, Hazrat Imam Mahdi memberikan
dalil-dalil yang diambil dari Bibel dan kitab-kitab tarikh” (Syafi R
Batuah, Nabi Isa dari Palestina ke Kashmir, 1970, hlm. 5).
Kehadiran
Ahmadiyah dengan doktrin semi Islam-Kristen, tidaklah menjadi penengah
atas polemik Islam dan Kristen, justru melahirkan akidah aneh hasil
oplosan Al-Qur'an dan Bibel yang diaduk dengan kitab- kitab sejarah.
Tentunya, dengan melahirkan polemik teologis baru pula.Ahmadiyah, Kristen Bukan Islam pun Tidak!!
Nabi
palsu Mirza Ghulam Ahmad merumuskan doktrin bahwa Nabi Isa disalib
hingga pingsan tapi tidak sampai mati. Dalam keadaan pingsan, jasad Nabi
Isa diselamatkan oleh para muridnya kemudian hidup wajar lalu hijrah,
meninggal dan dikuburkan di Srinagar, Kashmir.
Untuk
menyesuaikan ajaran Al-Qur'an dengan akidah warisan Mirza Ghulam Ahmad
tersebut, para ulama Ahmadiyah merekayasa tafsir Al-Qur'an yang
menyelelisihi penafsiran para ulama dan mufassir yang mu’tabar.
Misalnya, Maulana Muhammad Ali dalam kitab tafsirnya yang menjadi
rujukan Jemaat Ahmadiyah, mengomentari An-Nisa’ 157 sebagai berikut:
“Kalimat
‘ma-shalabuhu’ ini tak sekali-sekali mendustakan disalibnya Nabi Isa
pada kayu palang; kalimat ini hanya mendustakan wafatnya Nabi Isa pada
kayu palang sebagai akibat penyaliban…” (The Holy Qur’an Arabic Text,
English Translation and Commentary, edisi Indonesia: Qur’an Suci Teks
Arab, Terjemah dan Tafsir Bahasa Indonesia, hlm. 259).
Penafsiran
model baru ini belum pernah dilakukan oleh para ulama dan mufassir
baik di kalangan salafus shalih maupun ulama kontemporer.
Penyimpangan
terhadap terjemahan Al-Qur'an yang lebih mencolok dilakukan oleh Syafi
R Batuah dalam buku Nabi Isa dari Palestina ke Kashmir. Dengan
lancangnya, ia menerjemahkan ayat “wamaa qataluuhu wama shalabuuhu
walakin syubbiha lahum” dalam surat An-Nisa’ 157 sbb:
“…Tidaklah
mereka membunuhnya (sampai mati) dan tidak pula mereka menyalibnya
(sampai mati), melainkan disamarkan (keadaannya itu) kepada mereka…”
(hlm 8).
Penafsiran versi kaum Ahmadi ini terdapat tahrif
(insersi/penyisipan). Nas ayatnya jelas berbunyi “wamaa qataluuhu”
(tidak membunuhnya) dan “wama shalabuhu” (tidak menyalibnya) tanpa ada
embel-embel kata apapun. Penambahan kata “sampai mati” ini di ambil
darimana kalau bukan tahrif untuk mencocokkan penafsiran Al-Qur'an
dengan doktrin nabi palsu mereka? Bukankah dalam nas Al-Qur'an tidak
ada embel-embel “hatta yamuta” (sampai mati)?
Penerjemahan batil
yang dilakukan oleh kaum Ahmadi ini menyelisihi para penerjemah dan
penafsir yang mu’tabar di Indonesia, antara lain: Prof Dr Buya Hamka
(Tafsir Al-Azhar), Tim Departemen Agama RI (Al-Qur'an dan Terjemanya),
Prof TM Hasbi Ash-Shiddieqy (Tafsir Al-Bayan), A Hassan (Tafsir
Al-Furqan), Prof Dr H Mahmud Yunus (Tafsir Qur’an Karim), Bachtiar
Surin (Tafir Adz-Dzikra), H Oemar Bakri (Tafsir Rahmat), Tim
Disbintalad: Drs HA Nazri Adlany, Drs H Hanafie Tamam dan Drs HA Faruq
Nasution (Al-Qur'an Terjemah Indonesia), dan lain-lain.
Penafsiran
Al-Qur'an versi kaum Ahmadi ini memperkeruh kontroversi teologis, baik
dengan Islam maupun Kristen. Selain itu, penerjemahan An-Nisa’ 157
versi Ahmadi ini tergolong gharib (aneh).
Dengan keyakinan baru
bahwa Nabi Isa menderita penyaliban tapi tidak sampai mati melainkan
hanya pingsan saja, sepintas Ahmadiyah sesuai dengan doktrin Kristen.
Di sisi lain, keyakinan bahwa Nabi Isa tidak mati di tiang salib,
sekilas mirip akidah Islam. Ahmadiyah dengan Islam dan Kristen, nyaris
serupa tapi tak sama: Lebih tepatnya dengan dalil dalil-dalil Al-Qur'an
yang dioplos dengan Bibel dan buku sejarah, lahirlah doktrin “Krislam”
Ahmadiyah yang aneh: Kristen bukan, Islam pun tidak
Sumber:DUNIA.INFO
Kalau ada dua cerita yang pertama sudah diyakini ratusan tahun dan kemudian ada cerita yang berbeda dengan obyek yang sama, silakan nilai sendiri mana yang benar.
ReplyDeleteada ceritera lain setelah 600 tahun, mana yang benar?
DeleteKalau ada dua cerita yang pertama sudah diyakini ratusan tahun dan kemudian ada cerita yang berbeda dengan obyek yang sama, silakan nilai sendiri mana yang benar.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteItu ahmadiyah Agama atau aliran apa?? Krn Hanya Setuji Agama Allah yaitu Islam yg lainya Agama prodak manusia...
Deleteanda baca baik-baik Muhammad maka nampak jelas bahwa juga prudak manusia
DeleteItu ahmadiyah Agama atau aliran apa?? Krn Hanya Setuji Agama Allah yaitu Islam yg lainya Agama prodak manusia...
ReplyDeleteandaikan sja kerukunan antar umat beragama di negara ini masih murni maka tdk akan ada yg namax penistaan agama,atau mengejek agama org lain. hanya org bodoh sja yg menganggap agamax benar tpi tdk bisa menghargai agama org lain dan melainkan mengolok2x.
ReplyDeletebung shameier pare news : you are
ReplyDeleteright!!